SKRIPTORIUM DI KABUPATEN 50 KOTA

Pondok Pesantren Al-Manaar

Pondok Pesantren Al-Manaar terletak di daerah Batu Hampar, Kabupaten 50 Kota. Pondok Pesantren ini awalnya adalah surau yang didirikan oleh Syekh Abdurrahman, kakek dari seorang proklamator negara Indonesia yaitu Muhammad Hatta. Syekh Abdurrahman lahir pada tahun 1783. Ayahnya bernama Abdullah gelar Rajo Bintan, dan ibunya dikenal dengan panggilan Tuo Tungga. Pendidikannya diawali dengan mengaji Al-Quran di Galogandang kepada Syekh Galogandang. Kemudian Syekh Abdurrahman melanjutkan pendidikannya ke Tapak Tuan di Aceh, setelah itu ia pergi ke Makkah dan membaiat tarekat Naqsyabandiyah dan tarekat Syaziliyah kepada Syekh Ismail al-Minangkabawi di Jabal Abi Qubais. Setelah itu, Syekh Abdurrahman kembali ke Minangkabau dan mendirikan surau di Batu Hampar. Selain terkenal dengan kealimannya di bidang agama dan sebagai mursyid tarekat Naqsyabandiyah, Syekh Abdurrahman juga seorang ahli Qiraat.
Pada masa Syekh Abdurrahman, selain surau yang ia bangun juga banyak berdiri surau-surau lain yang dibangun di sekitarannya, sehingga komplek surau-surau itu dikenal dengan Kampung Dagang. Setelah Syekh Abdurrahman wafat pada tahun 1899, Surau Batu Hampar dikelola oleh anaknya yang bernama Muhammad Arsyad. Pada tahun 1928 Syekh Muhammad Arsyad mengubah Surau Batu Hampar menjadi Madrasah Tarbiyah Islamiyah. Setelah wafatnya Syekh Muhammad Arsyad pada tahun 1934, pada tahun 1943 Madrasah Tarbiyah Islamiyah berubah menjadi Pondok Pesantren Al-Manaar.
Pada Pondok Pesantren Al-Manaar ini ditemukan beberapa manuskrip, di antaranya adalah ijazah qiraat sanat Syekh Abdurrahman, ijazah tarekat Syekh Muhammad Arsyad, dan beberapa naskah tasawuf.

Surau Tuo Taram

Surau Tuo Taram terletak di Jorong Cubadak, Nagari Taram, Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota. Surau ini didirikan oleh Syekh Ibrahim Mufti. Syekh Ibrahim Mufti adalah seorang ulama asal Madinah yang merupakan rekan seperguruan Syekh Abdurrauf ketika belajar di Madinah kepada Syekh Ahmad Qusyasi. Syekh Ibrahim datang ke Taram untuk mengembangkan agama Islam. Sejauh ini tidak diketahui tahun berapa Syekh Ibrahim Mufti wafat, karena menurut keterangan ahli waris dan masyarakat di Taram, ketika itu Syekh Ibrahim tiba-tiba hilang dari negeri Taram, dan tidak diketahui keberadaannya. Ketika itu, salah seorang muridnya bermimpi bertemu dengan Syekh Ibrahim dan ia berpesan bahwa akan ada sebuah cahaya yang keluar dari tanah, maka galilah tanah itu dan jadikan sebagai makamnya.
Surau Taram menyimpan beberapa peninggalan Syekh Ibrahim Mufti yang sekarang dipegang oleh beberapa orang pewarisnya, seperti tongkat milik Syekh Ibrahim Mufti yang digunakan untuk mengatasi kemarau di daerah Kapalo Banda, kemudian gayung untuk mandi. Selain itu ada juga beberapa buah manuskrip yang terdiri dari teks: fikih, hadis, sejarah dan Al-Quran. Pada dua buah manuskrip Al-Quran peninggalan Surau Tuo Taram tedapat iluminasi yang indah.